Selasa, 22 Mei 2012

Fakta Aneh Tentang Acara "Ranking 1" di Trans TV


Kalian pasti tau acara baru di trans tv dari senin sampe jumat jam 8 pagi. Namanya Ranking 1. jadi tu acara kek kuis gitu tentang edukasi dan pengetahuan umum. format kuis nya ada ujian awal,ujian tengah semester,ujian akhir semester dan ujian akhir nasional. peserta nya ada 80 orang dan pake sistem gugur,siapa yang salah jawab harus kluar sampe menyisakan 1 orang untuk melaju ke babak final. dari 1 minggu gw liat acara itu,gw udah merasa aneh,kek ada kejanggalan. berikut fakta-fakta nya :

1. di acara tsb. memperebutkan uang sebesar 50 juta rupiah .. menurut gw yah, pertanyaan pas di segmen finalnya itu gampang" banget, kek pertanyaan anak SD yang jawab nya ga perlu mikir. gw yakin kok pada bisa jawab,tapi entah napa setiap udah nyampe titik aman 5 jutaan. mreka kek sengaja salahin jawaban nya.

contoh : lambang bintang pada pancasila,mengacu kepada sila ke ?? .. gw yakin tiap orang yang belajar pasti bisa jawab,dan jelas jawaban nya sila ke 1 ketuhanan yang maha ESA,tapi dengan bodoh nya si peserta jawab sila ke 5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia

2. Yang lolos ke babak final ujian akhir nasional nya pasti ARTIS !! dari seminggu gw nntn tu acara,ga ad yg namanya orang selain artis yang lolos,padahal kmaren nih yang ikut tu acara 1 episode sebagian besar dari kampus-kampus ternama seperti UI dan UNPAD. kek udah direncanain gitu deh. padahal klo gw tafsir pasti lah mahasiswa/mahasiswi seengga nya lebih pinter dr artis dan bisa jawab pertanyaan" anak SD gitu.

3. Kejadian bodoh lagi di episode mahasiswa kmaren,peserta tinggal sisa 3. 1 artis dan 2 mahasiswa FISIP UI. dikasih pertanyaan apakah ibukota dari nangroe aceh darussalam. dan disini aneh nya,kedua mahasiswa tersebut menjawab D.I. Aceh,sedangkan si artis jawab nya Banda Aceh. tau kan mana yg bener dan yg salah ?? tau juga kan siapa yg lolos siapa yg gugur ?? ni emg dasar nya mahasiswa bodoh apa emg diatur kek biar tu mahasiswa jawab salah.

4. RATA-RATA PERTANYAAN YANG GAMPANG GA BISA DIJAWAB .. GILIRAN PERTANYAAN YANG PAKE LOGIKA BISA DIJAWAB. pertanyaan nya tentang praktikum gan,jadi ada neraca gitu yg stiap sisi kanan dan kiri nya ad pemberat dan titik" keseimbangan nya dari nomer 1-5,trus di sisi kiri nya dikasih 2 pemberat di titik 1 dan 2. nah kalo mau seimbang,di sisi kanan dengan 1 buah pemberat nya harus dipasang di titik keseimbangan nomer brapa ??

dengan logika pun kita pasti tau bahwa "BERAT SISI KIRI = BERAT SISI KANAN" .. jadi bila disisi kiri ditaro di nomer 1 dan 2 (1+2=3), brarti di sisi kanan harus ditaro 1 pemberat di nomer 3 biar neraca nya seimbang .. dan aneh nya smua pada bisa jawab ini. lalu kenapa dgn pancasila ga bisa jawab ???

5. kata nya sih yaaa (ga tau bener apa ngga),ada fakta kek gini. misalkan si artis di segmen final nya dapet hadiah finalnya 25 juta,ITU BOHONG. mreka cuma dapet honor ikut tu acara doang,nah yang 25 juta itu buat formalitas aja. jadi istilah nya cuma isu semata. yang ini gw ga tau bener apa hoax,soalnya masih rancu juga gw. mohon tanggapi dgn kepala dingin mslh yg 1 ini.

nah gan mungkin cuma ini yang pengen gw share dari seminggu gw nonton tu acara. jadi makin bingung sama trans tv, aneh-aneh smua acara nya. ada yg plagiat kek IMB lah .. Maju terus pantang Mundur lah .. Religi lah .. dan lain".

ya tapi selama itu acara ga ad dampak negatif nya sih gpp buat ditonton,namanya juga hiburan. disini gw cuma mau ngasi analisa gw aja knp mnurut gw tu acara settingan atau dengan kata lain sudah di setting dari awal siapa yang ke babak final dan siapa yang jadi pemenangnya.

Foto Masa Kecil Para Pesepakbola Dunia

ane cuma mau share foto" masa kecil pesepakbola dunia yg ane dpet dari si mbah......
oke deh gan langsung aja.....


 


 

 

 

 


Ronaldo
 

Peter Cech
 


Steven Gerrald
 


Frank Lampard
 


Fernando Torres



 

Bambang Pamungkas
 

Alesandro Del Piero
 

Paolo Maldini
 

Alesandro Nesta
 

Andrea Pirlo
 

Filippo Inzaghi
 

KAKA
 

Fabio Cannavaro
 

Van Persie
 

Luis Figo
 

Zlatan Ibrahimovic
 

Lionel Messi
 


bagaimana pendapat agan ,apakah dari wajah dan senyum mereka telah terlihat bahwa mereka akan menjadi pesepakbola handal dikemudian hari ???
tentu saja ada yang berkata ya dan tidak , disini pula kita dapat simpulkan bahwa semua orang bisa menjadi apa yang mereka inginkan meski dengan latar belakang yang tidak mendukung.

5 Tokoh Yang Meninggal Karena "Ulahnya Sendiri"

Rasa kehilangan adalah hal yang tidak bisa dielakan lagi. Cepat atau lambat rasa itu akan hinggap dan tak terelakan. Rasa kehilangan itu bisa diakibatkan oleh kepergian atau bahkan kematian seseorang yang kita kenal dan atau kagumi. Contohnya hal yang terjadi pada saat kematian Michael Jackson. Kematiannya membuat jutaan penggemar berkabung. Kemudian kematian Lady Di’, Putri Diana, mantan istri dari Pangeran Charles, pewaris tahta Inggris. Beberapa orang dunia merasa kehilangan karena perbuatan dan sumbangan mereka terhadap gejolak sosial, ekonomi, dan kemanusian. Berikut uniknya.com merangkum 5 tokoh yang berjasa terhadap gerakan kemanusiaan dan kebudayaan di dunia:


1.Kematian Buddy Holy
http://www.uniknya.com/wp-content/uploads/2012/01/bm7oupcp.jpg
Charles Hardin Holley, lahir di Lubbock, Texas, Amerika Serikat, pada 7 September 1936. Ia lebih dikenal sebagai Buddy Holly, seorang penyanyi sekaligus pencipta lagu dan perintis musik rock and roll. Perubahan ejaan namanya dari “Holley” menjadi “Holly” disebabkan kesalahan tulis pada kontrak rekaman. Ia tewas terlalu muda, dalam sebuah kecelakaan pesawat di usia 22 tahun, 3 Februari 1959.



Ia telah membuat beberapa karya yang menakjubkan untuk musisi seusianya. Selain itu ia menginspirasi gaya dan suara generasi musisi di setelahnya. Dengan memadukan, unsur musik blues dan folk ke dalam bentuk awal rock and roll yang belum akrab dan unik, memikirkan apa jenis transformasi yang mungkin ia buat  seandainya ia masih diberi kesempatan hidup. Musisi yang pernah membawakan lagu-lagu Buddy Holly di antaranya adalah The Beatles, Billy Fury, Cliff Richard, The Rolling Stones, John Lennon, Albert Hammond Jr., Linda Ronstadt, Humble Pie, Peter & Gordon, Rush, Grateful Dead, Bruce Springsteen, James Taylor, Blind Faith, Don McLean, John Mellencamp, Meat Loaf , Pearl Jam, dan The Knack.
Kehidupan Holly yang dramatis diangkat ke dalam sebuah film berjudul ‘The Buddy Holly Story’ dengan bintang Gary Busey. Film ini menghasilkan nominasi Academy Award untuk Busey, dan dijadikan drama musikal di gedung teater Broadway dan West End. Pentas musikal Buddy The Buddy Holly Story bertahan di West End selama 13 tahun.

2. Pembunuhan John Lennon
Pembunuhan John lennon merupakan kejadian yang  tidak terduga, mengejutkan dan mengerikan. John Lennon, seorang musisi rock Inggris yang memperoleh perhatian dunia sebagai salah seorang pendiri The Beatles, untuk karier solonya, dan aktifitas politiknya. The Dakota, tanggal 8 Desember 1980. Saat itu Lennon baru saja kembali dari Record Plant Studio dengan istrinya, Yoko Ono.  Ia ditembak empat kali (tembakan kelima meleset) oleh Mark David Chapman di lorong pintu masuk gedung tempat ia menetap. Ia telah dibunuh oleh seorang yang terganggu kejiwaannya.

 http://www.uniknya.com/wp-content/uploads/2012/01/Untitled-2103.jpg

Kematian John Lennon membuat banyak penggemarnya berkabung oleh kematiannya yang tragis itu. Dalam salah satu wawancara penting yang diterbitkan Playboy, Lennon mengatakan: “Saya tidak ingin mengenang masa lalu. Saya tidak memercayai yang sudah lewat. Saya hanya tertarik dengan apa yang saya lakukan sekarang.” John Lennon kemungkinan tidak ingin memikirkan masa lalu tetapi jika mengamati semua acara peringatan yang dilakukan, jutaan orang, 30 tahun setelah dia meninggal, masih sangat tertarik dengannya dan musiknya.


3. Pembunuhan Jhon F. Kennedy
JFK adalah Presiden Amerika Serikat yang ke-35. Pada 1960, ia menjadi orang termuda yang dipilih menjadi Presiden Amerika Serikat dan termuda kedua setelah Theodore Roosevelt untuk jabatan presiden. Kennedy menjadi presiden setelah dilantik pada 20 Januari 1961. Jabatan kepresidennya terhenti setelah terjadi pembunuhan terhadap dirinya pada 1963. Ia tewas oleh terjangan peluru saat melakukan kunjungan ke Dallas (Texas) pada 22 November 1963. Kennedy roboh saat mobil terbuka yang membawanya melintas di kerumunan orang yang menyambut kunjungannya. Pada 25 November 1963, jenazahnya dimakamkan di Arlington, Washington, DC. Sebanyak 800.000 orang ikut berkabung di jalanan Washington.

 http://www.uniknya.com/wp-content/uploads/2012/01/Untitled-2104.jpg
Kennedy adalah orang termuda yang terpilih sebagai presiden, presiden AS pertama yang lahir di abad ke-20, dan juga presiden termuda yang meninggal. 


4. Pembunuhan Martin Luther King Jr
Pendeta Martin Luther King, Jr., Ph.D. lahir di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat, 15 Januari 1929, ia adalah penerima Nobel Perdamaian, pendeta Baptis dan aktivis HAM warga Afrika-Amerika. Ia pun salah seorang pemimpin terpenting dalam sejarah AS dan dalam sejarah non-kekerasan pada zaman modern, dan dianggap sebagai pahlawan, pencipta perdamaian dan martir oleh banyak orang di seluruh dunia. Memperjuangkan perubahan melalui pertukaran damai dan retorika yang kuat, Kebencian dan rasisme yang dalam ayunan penuh pada tahun 60’an. King mempunyai andil yang besar beberapa Negara bagian untuk mencapai hak asasi manusia yang tegas.

 http://www.uniknya.com/wp-content/uploads/2012/01/Untitled-2105.jpg

King adalah seorang pendeta di Gereja Baptis Montgomery, Alabama yang berjuang melawan diskriminasi rasial. Pada tahun 1963, King memimpin demonstrasi pemboikotan bus di Birmingham. Pemboikotan itu dilakukannya tanpa menggunakan kekerasan. Ia mengikuti prinsip-prinsip Mahatma Gandhi yang melakukan perlawanan dengan menghindari kekerasan. Untuk beberapa tahun, ia membuat kesuksesan besar, tetapi secara berangsur-angsur orang-orang kulit hitam muda menjauhinya karena mereka tidak dapat menerima anti-kekerasannya. Sebaliknya, King tidak pernah berhenti dan meluaskan programnya.
Ia tidak hanya berjuang melawan diskriminasi orang-orang kulit hitam, tetapi juga menentang tanah milik dan Perang Vietnam. Kebesaran King terletak pada impian tinggi dan gaya spektakulernya sebagai seorang pendeta. Pidatonya dengan judul “Saya memiliki sebuah impian” pada parade berbarisnya ke Washington, DC (28 Agustus 1963) membuatnya semakin terkenal. Ia dipuja dengan banyak gelar terhormat. Pada 1963, ia menerima Penghargaan Perdamaian Nobel. Ia ditembak hingga meninggal dunia ketika ia melakukan aksi di Memphis pada 4 April 1968. Guncangan dari kematiannya menyebabkan banyak kerusuhan dan bentrokan di berbagai kota di seluruh Amerika Serikat. Ia meninggal di Memphis, Tennessee, Amerika Serikat, 4 April 1968 pada umur 39 tahun.

5. Pembunuhan Harvey Milk
Harvey Milk adalah anggota dewan legislatif (Supervisor of board) kota San Francisco pada tahun 1978. Meski terang-terangan mengaku sebagai gay pada masanya isu itu sangat sensitive. Dia terpilih sebagai anggota legislatif pertama dari kalangan gay.

http://www.uniknya.com/wp-content/uploads/2012/01/Untitled-2106.jpg


Setelah pindah dari New York tahun 1972, pria kelahiran 22 Mei 1930 ini memilih tinggal di Distrik Castro, San Francisco, yang dikenal sebagai kawasan kaum gay. Di distrik inilah Milk kemudian menemukan hasratnya dalam kancah politik.  Lalu tahun 1978, Milk menjadi pria gay pertama yang terpilih sebagai anggota legislatif kota San Francisco. Selama hidupnya, Milk banyak sekali menyoroti soal diskriminasi yang dialami kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) Amerika. Dalam acara “San Francisco Gay Freedom Day” tahun 1978, Milk membawakan sebuah pidato terkenal yang disebut  “Hope Speech“.
Harvey Milk menduduki posisinya hanya kurang lebih sepuluh bulan. Pada tanggal 27 November 1978,  Milk bersama Walikota San Francisco, George Moscone, tewas ditembak oleh sesama anggota legislatif yang sakit hati, Dan White.
Pada masa kampanye dan masa perjuangan menuntut kesamaan hak kaum LGBT itu, Milk kenal baik dengan seorang fotografer yang juga terlibat dalam kampanye pemilihan dirinya. Fotografer tersebut bernama Daniel Nicoletta. Kisah hidupnya pun dijadikan film pada tahun 2008. Film Milk yang aktor utamanya, Sean Penn, mendapatkan penghargaan aktor terbaik di Oscar. Menceritakan tentang seorang tokoh Harvey Milk sebagai orang aktivis yang berjuang untuk mendapatkan persamaan hak kaum homoseksual. Tidak hanya bercerita tentang karirnya saja, tapi film ini menceritakan tentang kehidupan pribadi seorang Harvey Milk.

5 Tokoh Yang Menipu Dalam Sejarah


Kematian tokoh dan sosok yang dikenal orang banyak adalah sebuah kehilangan, terlebih sosok tersebut menghilang, tewas, secara misterius. Namun dibalik peristiwa tersebut, memberikan kesempatan terhadap mereka  yang terobsesi untuk menjadi sosok tokoh, seperti yang tercatat dalam daftar berikut:
 
1. Grigory Otrpyev

 


Ia adalah seorang penipu nomor satu yang tercatat dalam sejarah, bagaimana tidak ia mengaku sebagai anak bungsu dari Ivan IV Vasilyevich, Dimitriy Ioannovich, selama 21 Juli 1605 hingga kematiannya pada 17 Mei 1606.

Namun kemudian publik lebih percaya bahwa Dimitriy sebenarnya telah terbunuh di Kota Uglich, dan Dimitriy palsu ini bernama Grigory Otrpyev. Penipu ini mengaku bahwa ibunya adalah istri dari Tsar Ivan, telah mengantisipasi pembunuhan tersebut dan mengirimnya ke sebuah kuil untuk bersembunyi.

Sejumlah orang Rusia yang mengenal Tsar Ivan kemudian mengklaim bahwa memang Dimitriy muda menyerupai  tsaveris muda. Dimitriy digambarkan memiliki kemampuan aristokrasi pada umumnya, berkuda, berilmu pengetahuan dan berbicara baik bahasa Rusia maupun Polandia. Sejumlah pengikutnya adalah orang-orang terhormat mereka mendukung untuk melawan Tsar Gugonov.
Ketika Tsar Gugonov mati mendadak, pasukan Rusia berpihak kepadanya (Dimitriy), pada 1 Juni, pengikutnya memenjarakan raja yang baru dimahkotai, Feodor II dan ibu yang kemudian mereka dibunuh. Grigory kemudian mengangkan dirinya menjadi Tsar. Namun dikarenakan beredar rumor bahwa Grigory akan merubah Rusia menjadi sebuah negara katolik, ia pun mati ditembak mati.



2. Claude des Armoises

Beberapa penipu mengaku menjadi Joan of Arc, setelah kematiannya pada tahun 1431. Salah satu yang cukup sukses adalah Claude des Armoises, yang merupakan istri dari seorang ksatria, Robert des Armoises. Pada tahun 1436 ia mengklaim dirinya sebagai Jean of Arc,  terlebih didukung oleh saudara-saudaranya Joan.

 

Dia melakukan sebuah sandiwara  dan memerankan Joan hingga tahun 1436, mendapatkan berbagai hadiah dan subsidi. Sebuah catatan sejarah menyatakan, “di tahun ini telah datang seorang  perempuan muda, ia gadis dari Prancis, dan memainkan peranannya dengan baik sehingga banyak orang tertipu olehnya, khususnya para bangsawan” beberapa penulis modern mengulas kembali teks ini, dan menyatakan bahwa ada seseorang yang menggantikan Joan of Arc saat ia dieksekusi. Namun perkiraan ini sangat dangkal, dengan dinulifikasikan para saksi yang menghadiri eksekusi Joan of Arc.




3. Pseudo-Nero (Nero Palsu)

Setelah sang Kaisar Nero melakukan bunuh diri di sebuah desa para budak di Pahon, pada Juni 68 M. Setelah peristiwa tersebut banyak bermunculan Nero-nero palsu antara musim gugur tahun 69 M hingga pemerintahan Kaisar Domitian. Nero palsu yang pertama muncul di musim gugur atau di awal musim dingin tahun 69 M, Provinsi Achaia, sekarang dikenal dengan Yunani.



Nero memang beberapa kali pernah mengunjungi Yunani pada  (66-67M) untuk berpartisioasi dalam sebuah acara permainan Panhellenik, dan inilah yang mungkin dijadikan sebagai  bukti yang memperkuat penipuannya. Dan bahkan menurut peneliti sejarah penipu tersebut adalah seorang budak dari kota Pontus, ataupun budak dari Itali. Tidak banyak yang bisa diketahui sejarah hidup Nero palsu ini, dan hanya menyatakan bahwa Nero palsu mendekatinya bersama pasukan pembelotnya. Lalu mereka pergi ke laut, tempat ia memyatakan dirinya sebagai seorang Nero. Namun ia akhirnya ditangkap dan dipenggal.


4. Margaret Palsu

Margaret Palsu (1260-1301), seorag perempuan berkebangsaan Norwegia yang menyerupai Margaret, Gadis dari Norway. Margaret yang sebenarnya meninggal 1290, di Orkney, dan sang ayang Raja Eirik II dari Norwegia meninggal di tahun 1299,  yang dilakukan oleh adiknya sendiri, Hakon V. pada saat yang bersamaan datanglah seorang perempuan di Bergen, Norway, turun dari kapal yang berlayar dari Lübeck, Jerman.

 

Ia mengklaim dirinya sebagai Margaret, dan menyangkal segala sangkaan publik terhadap kematiannya.  Ia menyatakan bahwa dirinya tidak mati di Orkney, namun dikirimkan ke Jerman, tempat ia menikah. Beberapa orang di Kota dan termasuk agamawan mendukung pengakuannya, walaupun Raja Eirik mengidentifikasi mayat putrinya, dan walaupun perempuan tersebut nampak seperti berusia 40 tahun, padahal Margaret yang sebenarnya akan berusia 17 tahun. Margaret palsu serta suaminya kemudian terbukti melakukan sebuah penipuan,  sebagai sang suami dipengggal dan Margaret palsu dibakar.


5. Raictor

Raictor  adalah pendeta Ortodoks Timur yang berpura-pura sebagai Kaisar Michael VII, dari Kekaisaran Byzantin, dan berpartisipasi dalam misi Normandia yang dipimpin oleh Robert Guiscard untuk menghancurkan Kekaisaran Byzantin, yang saat itu dalam keadaan kacau.

 

Alexios I Komenos dijatuhkan oleh Nikephoros III Botaneiates dan juga diserang oleh sebuah invasi bangsa Balkan pimpinan Robert Guiscard, Duke of Apulia. Guiscard memanfaatkan kejatuhan Michael VII oleh Nikephoros III pada tahun 1078. Guiscard pun mengetahui bahwa Raictor bukanlah siapa-siapa, sehingga ia memanfaatkannya. Namun ketika Robert Guiscard merasa cukup puas atas apa yang didapatnya, Raictor pun disingkirkan secara perlahan-lahan.

Penyebab Kematian Yang Sangat Tidak Masuk Akal


Setiap makhluk hidup diciptakan untuk mati pada waktunya masing-masing. Ada kematian-kematian yang tak terduga yang penyebabnya hanya hal-hal remeh tapi bisa bikin nyawa melayang. Berikut adalah beberapa contoh kematian yang tak terduga tapi masih banyak lagi contoh lainnya yang mengingatkan agar manusia tetap harus hati-hati dan tidak menyepelekannya.



1. Mati karena saluran pembuangan (selokan)

Ini adalah kematian aneh, menyedihkan dan sangat tragis. Pada tahun 2008, seorang pria Kanada tewas setelah berusaha mengambil dompetnya yang dicuri dan masuk pada saluran pembuangan air (selokan). Dia menelepon polisi sebelum mengambil dompet tersebut di selokan. Tapi polisi menemukan kepala pria tersebut sudah terjepit di selokan beberapa meter di bawah jalan (selokan di bawah jalan raya). Ia sempat dilarikan ke rumah sakit, tapi kemudian nyawanya tak terselamatkan.

2. Mati karena deodoran

Pada tahun 1998, seorang anak laki-laki usia 16 tahun asal Inggris meninggal karena serangan jantung setelah terpapar uap deodoran (deodoran spray) terlalu banyak. Dia tampak terobsesi dengan kebersihan pribadi dan ingin selalu segar, jadi dia semprot seluruh tubuhnya dengan deodoran minimal dua kali per hari. Ia tidak pernah berpikir berada dalam bahaya. Hasil otopsi menemukan bahwa ada 10 kali lipat jumlah butana dan propana yang mematikan di aliran darahnya. Ternyata anak itu sering menggunakan deodoran di tempat yang sempit, padahal produk seperti itu direkomendasikan untuk digunakan di tempat berventilasi baik.

3. Mati karena jenggot

Banyak orang yang tercatat memiliki jenggot terpanjang, yang terbaru adalah seorang pria Kanada bernama Sarwan Singh yang memegang Guinness World Record karena memiliki jenggot terpanjang (2,36 m). Tapi tak ada satu pun orang yang bermasalah dengan memiliki jenggot panjang, kecuali seorang pria asal Austria pada pertengahan tahun 1500-an. Jenggot Hans Steininger hanya 1,4 m, tapi itu membuatnya mengalami kejadian buruk. Hans diketahui selalu menggulung jenggotnya di dalam tas, tetapi suatu hari pada tahun 1567 ia tak sempat melakukan ritual tersebut. Ketika sebuah kebakaran terjadi di kota, ia tersandung karena jenggotnya saat mencoba menyelamatkan diri. Dilaporkan bahwa lehernya patah dan tewas pada kebakaran tersebut.

4. Mati karena domba lapar

Domba adalah makhluk yang sangat jinak dan diketahui bahwa hewan berbulu lebat tersebut adalah
pemakan rumput. Sayangnya, pada tahun 1999, Betty Stobbs, seorang wanita di Inggris menemukan bahwa domba juga dapat memiliki sisi agresif jika sudah cukup lapar. Di suatu malam, ketika Stobbs akan memberi makan domba peliharaannya, kawanan domba tersebut justru mengejar Stobbs yang sedang berada di all-terrain vehicle (ATV). Ia terjatuh dan tertimpa oleh kendaraan tersebut.

5. Mati karena pakai bra kawat
 
Dua wanita di London, Inggris, pada tahun 1999 dilaporkan meninggal karena menggunakan bra kawat. Bukan bra yang mencekik dua wanita tersebut, melainkan kawat di dalam bra yang bertindak sebagai konduktor yang menghantarkan arus listrik. Dilaporkan bahwa dua wanita tersebut tewas terbakar karena tersambar petir tepat di kawat di dalam bra-nya. Dada kedua wanita tersebut terlihat hangus terbakar dan membuat mereka tewas seketika.

Asal Mula Kedatangan Agama Hindu di Indonesia

Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman”. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan “Vaprakeswara”.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu”
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: “Sruti indriya rasa”, Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada  ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan  menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Asal Mula Kedatangan Agama Budha di Indonesia

Fa Shien, Pengelana China pada abad ke-5, berhasil mengunjungi Sriwijaya dalam perjalanannya ke Asia Tenggara. Dari catatannya diketahui bahwa di Sriwijaya sudah terdapat kaum Brahmawan yang mengajarkan Agama Buddha. Selanjutnya dari Sriwijaya, agama Buddha berkembang ke daerah lain, diantaranya Pulau Jawa dan pulau pulau sekitarnya.

Memasuki masa penjajahan selama 350 tahun seakan Agama Buddha menghilang dari bumi nusantara. Sisa-sisa penduduk Majapahit yang beragama Buddha banyak yang tinggal di Bali dan daerah Jawa Timur dan menjalankan tradisi Buddhis yang masih bertahan sampai sekarang. Perkembangan Agama Buddha pada masa penjajahan ini diwarnai dengan corak Agama Buddha dari China. Tridharma : Buddha, Kong Hu Cu dan Tao. Kebangkitan Agama Buddha baru terasa nyata sejak didirikannya ‘Java Buddhist Association’ oleh Pandita Belanda Josiast V. Dients tahun 1932, dan kedatangan Bhikkhu Narada pada tahun 1934.
Sejarah Agama Buddha secara garis besar terbagi dalam enam masa :
· Masa Jaman Kerajaan Sriwijaya
· Masa Jaman Kerajaan di Jawa Tengah
· Masa Jaman Kerajaan di Jawa Timur
· Masa Abad ke-20
· Masa Setelah kemerdekaan Indonesia
· Era Walubi
Masa Jaman Kerajaan Sriwijaya
Banyak orang menduga bahwa awal masuknya agama Buddha ke Indonesia adalah pada kedatangan Aji Saka ke tanah Jawa pada awal abad kesatu. Dugaan ini berawal dari etimologis terhadap Aji Saka itu sendiri, serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Kata ‘Aji’ dalam bahasa Kawi bisa berarti ilmu yang ada hubungannya dengan kitab suci, sedangkan ‘Saka’ ditafsirkan sebagai kata Sakya yang mengalami transformasi. Dengan demikian mungkin kata Aji Saka ditafsirkan sebagai gelar raja Tritustha yang ahli mengenai kitab suci Sakya, dalam hal ini ahli tentang Buddha Dhamma, selain dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pembuatan aksara Jawa. Bila hal ini benar, tarikh Saka yang permulaanya dinyatakan sebagai ‘Nir Wuk Tanpa Jalu’ (Nir berarti kosong (0), Wuk berarti tidak jadi (0), Tanpa berarti 0 dan Jalu sama dengan 1) yang sekaligus dimaksudkan untuk mengabadikan pendaratan pertama beliau di Jepara.
Sumber pengetahuan kita tentang Agama Buddha diambil dari prasasti yang ditemukan dan dari berita-berita luar negri, yaitu dari orang China yang mengunjungi Indonesia.
Prasasti yang berasal dari abad kelima hingga ketujuh tidak terlalu banyak memberikan informasi. Prasasti itu berasal dari Kalimantan, Sumatra dan Jawa. Dari prasasti itu kita hanya mengetahui bahwa pada waktu itu ada raja-raja yang memiliki nama yang berbau India, seperti Mulawarman di Kutei dan Purnawarman di Jawa-barat. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa raja tersebut berasal dari India. Yang paling mungkin adalah raja-raja tersebut adalah orang Indonesia asli yang sudah masuk agama yang datang dari India.
Selanjutnya prasasti tersebut menunjukan bahwa agama yang dipeluk adalah agama Hindu. tapi dari penemuan patung-patung Buddha, dapat disimpulkan bahwa agama Buddha juga sudah ada, walaupun jumlahnya masih sedikit.
Informasi paling tua tentang keberadaan Agama Buddha di Jawa dan Sumatra didapat dari pengelana China bernama Fah-Hien, yang sekembalinya dari Ceylon ke China pada tahun 414 terpaksa mendarat di negri yang bernama Ye-Po-Ti karena kapalnya rusak. Sekarang tidak terlalu jelas apakah Ye-Po-Ti itu Jawa atau Sumatra. Beberapa ahli mengatakan bahwa Ye-Po-Ti adalah Jawa (Javadvipa). Fah-Hien menyebutkan ada umat Buddha di Ye-Po-Ti, walaupun cuma sedikit.Sekalipun demikian agaknya sesudah abad kelima keadaan berubah.
Tidak sampai tiga ratus tahun kemudian, pada akhir abad ketujuh, Biksu China I-tsing mencatat dengan lengkap agama Buddha dan aplikasinya di India dan Melayu. Ketertarikan utamanya adalah pada ‘rumah agama Buddha’ India utara dimana I-tsing tinggal dan belajar disana selama lebih dari sepuluh tahun. Dari catatannya dapat dikatakan bahwa agama Buddha di India dan Sumatra mempunyai banyak kesamaan, dimana I-tsing juga menemukan perbedaan antara agama Buddha di China dan di India.
I-tsing menghabiskan waktunya hidup sendirian sebagai Biksu di India dan Sumatra. Seluruh bukunya merupakan catatan lengkap tentang kehidupan biarawan. Ia tinggal di India seluruhnya berdasarkan peraturan vinnaya.
Bila dibandingkan catatan Fah-Hien tahun 414 dengan catatan I-tsing, dapat diambil kesimpulan bahwa agama Buddha dipulau Jawa dan Sumatra telah dibangun dengan sangat cepat. Pekerjaan I-tsing selain menulis catatan seperti dikemukakan diatas, ia juga menulis buku tentang perjalanan seorang guru agama terkenal yang pergi ke negri disebelah barat (Sriwijaya ?). Diceritakannya pada catatannya itu, kehidupan biarawan yang pada intinya hampir sama dengan yang ada di India. Dalam bukunya dikatakan bahwa Biksu asli Jawa dan Sumatra adalah sarjana sanskrit yang sangat bagus. Salah saatunya adalah Jnanabhadra yang merupakan orang Jawa Asli yang tinggal di Sumatra dan bertindak sebagai guru bagi biksu China dan membantu menterjemahkan sutra kedalam bahasa China. Bahasa yang digunakan oleh biksu Buddha adalah bahasa sanskrit. Bahasa pali tidak digunakan. Bagaimanapun hal ini tidak boleh dijadikan patokan bahwa agama Buddha yang berkembang disini adalah Mahayana. I-tsing menjelaskan dalam bukunya Agama Buddha dipeluk diseluruh negri ini dan kebanyakan sistem yang diadopsi adalah Hinayana, kecuali di Melayu dimana ada sedikit yang mengadopsi Mahayana
Sudah banyak diketahui umum bahwa literatur agama Buddha berbahasa sanskrit tidak melulu berarti Mahayana.
Inilah bentuk agama Buddha yang mencapai kepulauan di laut selatan. I-tsing mengatakan di kepulauan di laut selatan, Mulasarvastivadanikayo hampir secara universal di adaptasi. I-tsing tampaknya tidak mempermasalahkan perbedaan antara penganut Hinayana dan Mahayana. Dikatakannya :
Mereka yang menyembah Bodhisatta dan membaca sutra mahayana disebut penganut Mahayana. Sementara yang tidak disebut penganut Hinayana. Kedua sistem ini sesuai dengan ajaran Dhamma. Dapatkah kita katakan mana yang benar? Keduanya mengajarkan kebajikan dan membimbing kita ke Nirvana. Keduanya menuju kepada pemusnahan nafsu dan penyelamatan semua mahluk hidup. Kita tidak boleh mempersoalkan perbedaan ini. membuat keraguan yang malah akan membuat kebingungan.
Dari karya-karyanya dapat dikatakan bahwa I-tsing tidaklah terlalu dalam bergelut dalam masalah filosofi buddhis tetapi hanya tertarik pada kehidupan biarawan dan tugas-tugas yang diemban oleh mereka. Dengan kata lain, ia memberikan seluruh waktunya untuk belajar vinnaya dan kehidupan biarawan.
Seperti dikemukakan diatas, di Sumatra dan Jawa lebih berkembang Hinayana. I-tsing menceritakan bahwa di Melayu, ditengah-tengah pesisir timur Sumatra ada pula yang menganut Mahayana. Dari sumber lain dijelaskan bahwa sebelum kedatangan I-tsing, telah datang biksu dari India Dharmapala, ke Melayu dan menyebarkan aliran Mahayana. Awal abad ke-20, dua prasasti ditemukan di dekat Palembang yang bercorak Mahayana. Prasasti lain yang dibuat tahun 775, ditemukan di Viengsa, semenanjung Melayu mengemukakan bahwa salah satu raja Sriwijaya dari keturunan Syailendra – yang tidak cuma memerintah di selatan Sumatra tapi juga dibagian selatan semenanjung Melayu – memerintahkan pembangunan tiga stupa. Ketiga stupa tersebut dipersembahkan kepada Buddha, Bodhisatwa Avalokitesvara dan Vajrapani. Dan ditempat lain ditemukan plat emas yang bertuliskan beberapa nama Dyani Buddha ; yang jelas-jelas merupakan aliran Mahayana.
Dari berita I-tsing itu selanjutnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pada waktu itu Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha. Disana terdapat sebuah perguruan tinggi Buddha yang tidak kalah dengan perguruan yang ada di Nalanda India. Ada lebih dari 1000 biksu yang ajaran serta tata upacaranya sama dengan yang ada di India. Kecuali pengikut Hinayana, di Sriwijaya juga terdapat pengikut Mahayana. Bahkan ada guru Mahayana yang mengajar disitu. Dari berita ini jelas bahwa Sriwijaya adalah pusat agama Buddha Mahayana, yang terbuka bagi gagasan baru dan yang juga senang mengadakan pekerjaan ilmiah. Oleh karena itu musafir China yang ingin belajar di India pasti singgah di Sriwijaya untuk mengadakan persiapan. Hal itu juga dilakukan oleh I-tsing sendiri.
Agaknya kemudian Mahayanalah yang berkembang dan berpengaruh besar. Hal ini terbukti dari beberapa prasasti yang didapat disekitar Palembang yang menyebutkan bahwa daputa hyang – barangkali perdana menteri – berusaha mencari berkat dan kekuatan gaib guna meneguhkan kerajaan Sriwijaya, agar segala mahluk dapat menikmatinya. Dari ungkapan yang digunakan, dapat diambil kesimpulan bahwa upacara ini adalah upacara indonesia kuno yang sesuai dengan ajaran Mahayana. Dari berita-berita yang lain jelaslah bahwa Mahayanalah yang berkuasa pada masa itu. Bahkan bukan cuma itu saja, mungkin pengaruh tantra, yang di India mempengaruhi agama Buddha sejak pertengahan abad ketujuh, juga terdapat di Sriwijaya. Hal ini didapat dari uraian bahwa salah satu tingkat untuk mendapatkan hikmah tertinggi adalah wajrasarira, tubuh baja (intan) yang mengingatkan kepada ajaran wajrayana.
Semua ini menunjukan bahwa pada tahap permulaan masih ada hubungan yang erat antara Indonesia dan India. Hubungan ini agaknya makin lama makin mengurang.
Masa Jaman Kerajaan di Jawa Tengah
Dibandingkan dengan jaman sebelumnya, sumber Agama Buddha di Jawa Tengah sedikit lebih banyak. Pada jaman ini di Jawa Tengah sudah terdapat dua kerajaan besar : Kerajaan dari dinasti Syailendra yang memeluk agama Buddha dan kerajaan dari dinasti Sanjaya yang memeluk agama Siwa. Agaknya hubungan kedua kerajaan ini baik sekali, sebab berita yang ada menyebutkan bahwa kedua kerajaan tersebut saling tolong menolong dalam pendirian candi.
Di kerajaan Syailendra agama yang dipeluk adalah agama Buddha Mahayana. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan sejarah dan candi dari kerajaan ini yang bercorak Buddha Mahayana. Walaupun kerajaan Syailendra banyak mendirikan candi namun masih terbilang sedikit bila dibandingkan dengan candi yang dibangun oleh kerajaan Sanjaya. Bahwa yang berkembang adalah Buddha Mahayana, jelas terlihat dari candi di desa Kalasan – yang kemudian diabadikan sebagai nama candi tersebut. Candi ini dipersembahkan untuk Dewi Tara, rekan wanita Buddha. (Avalokitesvara ?).
Agaknya pada masa ini masih ada hubungan yang erat dengan India, sebab ada juga berita bahwa seorang guru dari Gaudidwipa (Bengala) yang memimpin upacara pada waktu peresmian patung Manyuri. Demikian juga diberitakan diprasasti lain bahwa ada orang dari Gujarat yang senantiasa melakukan kebaktian di candi tertentu. Dugaan itu berasal dari berita di India. Raja Dewapala dari dinasti Pala (Bengala) pada tahun pemerintahannya yang ke-39 (antara tahun 856 dan 860) menghadiahkan beberapa desa untuk keperluan pemeliharan sebuah vihara di Nalanda, yang didirikan oleh Balaputra, raja Suwarnadwipa (Sumatra), cucu raja di Jawa.
Sekalipun demikian keadaan di Jawa Tengah tidak sama dengan keadaan di Sriwijaya.
Mahayana yang bagaimanakah yang berkembang di Jawa Tengah? Pertanyaan itu sukar dijawab. Yang perlu diperhatikan adalah pada prasasti Kalurak (782) yang agaknya berhubungan juga dengan peresmian patung Mansyuri, disebutkan bahwa Mansyuri selain disamakan dengan Triratna juga disamakan dengan Brahma, Wisnu dan Maheswara. Bagi para pengikut Mahayana di Jawa Tengah, agaknya para Bodhisatva tidak dibedakan dengan dewa dari hindu.
Disamping prasasti, ada candi-candi yang menjadi saksi agama Buddha di Jawa Tengah. Candi tersebut memberikan penjelasan yang lebih banyak. Yang paling terkenal adalah candi Borobudur.
Jika ingin mengerti arti Borobudur, bangunan itu harus dipandang sebagai satu kesatuan. Dari susunan candi yaitu yang terdiri atas teras-teras yang bermacam-macam, agaknya Borobudur mengungkapkan gambaran dunia menurut salah satu aliran Mahayana. Borobudur menggambarkan seluruh alam semesta atau kosmos ini terbagi atas tiga bagian : Kamadhatu, Rupadhatu dan Arupadhatu. Kamadhatu adalah hawa nafsu dan ini digambarkan dengan jelas pada bagian bawah. Disini hidup orang yang masih terikat oleh hawa nafsu dan segala hal yang berbau duniawi. Rupadhatu adalah dunia rupa, atau alam yang terbentuk, yang digambarkan pada lima teras yang menggambarkan hidup Buddha Gautama. Arupadhatu adalah alam yang tak berupa, tidak berbentuk. Pusat dari alam ini adalah stupa yang dipuncak, yang kosong, yang menggambarkan sunyata atau Nirwana atau Adhi Buddha.
Mengingat susunan Borobudur yang demikian, agaknya dapat diambil kesimpulan bahwa Borobudur ingin mengungkapkan ajaran Mahayana dalam hubungan kosmis. Borobudur adalah tempat untuk ber meditasi, tempat untuk merenung.
Mengingat bahwa Borobudur dibangun diatas bukit, agaknya pembangunan Borobudur itu dijiwai oleh gagasan Indonesia kuno, yaitu tentang afanya tempat suci yang berbentuk teras, yang biasanya dipakai untuk menyembah nenek moyang, dan terletak diatas bukit. Oleh karena itu maka kiranya penyembahan kepada Bodhisatva sudah dipandang sebahai alat untuk menyembah nenek moyang mereka yang sudah meninggal. Jika demukian maka agama Buddha pada waktu ini sudah dipengaruhi oleh cita-cita keagamaan indonesia asli.
Masa Jaman Kerajaan di Jawa Timur
Di Jawa Timur, agaknya agama Buddha dan agama Siwa hidup berdampingan. Hal ini tertera dari prasasti-prasasti dimana mPu Sindok disebut dengan gelar Sri Isana (sebutan Siwa) sedangkan puntrinya menikah dengan Lokapala yang juga disebut Sugatapaksa (sebutan Buddhis). Juga ditemukan pengaruh tantra pada kedua agama ini cukup kuat.
Dari kesusastraan yang ada, didapat bahwa kesusastraan yang terkuno disusun sedemikian rupa, hingga terdiri dari ayat-ayat dalam bahasa Sanskrit, yang diikuti oleh keterangan bebas dalam bahasa Jawa kuno. Dari sini terlihat bahwa ayat-ayat itu berasal dari India. Dalam perkembangan selanjutnya adalah kitab tersebut terdiri dari ayat dalam bahasa Jawa kuno dan diselingi bait-bait dari bahasa Sanskrit. Ini menunjukan hubungan dengan India sudah longgar. Akhirnya terdapat kitab yang seluruhnya terdiri dari bahasa Jawa kuno, hanya kadang terdapat selingan dalam bahasa Sanskrit.
Pada jaman ini ada dua buku yang menguraikan ajaran Mahayana, yaitu ‘Sanghyang Kamahayan Mantrayana’ yang berisi ajaran yang ditujukan kepada bhikkhu yang sedang ditasbihkan, dan ‘Sanghyang Kamahayanikan’ yang berisi kumpulan pengajaran bagaimana orang dapat mencapai kele pasan. Pokok ajaran dalam Sanghyang Kamahayanikan adalah menunjukan bahwa bentuk yang bermacam- macam dari bentuk pelepasan pada dasarnya adalah sama. Bagi penulis Sanghyang Kamahayanikan tidaklah terlalu sulit untuk mengidentifikasikan Siwa dengan Buddha dan menyebutnya “Siwa-Buddha”, bukan lagi Siwa atau Buddha, tetapi Siwa-Buddha sebagai satu Tuhan.
Beralih ke jaman Majapahit, dapat disimpulkan bahwa jaman ini adalah jaman dimana Sinkretisme sudah mencapai puncaknya. Agaknya aliran Siwa, Wisnu dan Buddha dapat hidup bersamaan. Ketiganya dipandang sebagai bentuk yang bermacam-macam dari suatu kebenaran yang sama. Siwa dan Wisnu dipandang sama nilainya dan mereka digambarkan sebagai ‘Harihara’ yaitu patung setengah Siwa setengah Wisnu. Siwa dan Buddha dipandang sama. Didalam kitab Arjunawijaya umpamanya diceritakan bahwa ketika Arjunawijaya memasuki candi Buddha, para bhikkhu menerangkan bahwa para Jina dari penjuru alam yang digambarkan pada patung-patung itu adalah sama saja dengan penjelmaan Siwa. Wairocana sama dengan Sadasiwa yang menduduki tempat tengah. Aksobya sama dengan Rudra yang menduduki tempat timur. Ratna sambhawa sama dengan Brahma yang menduduki selatan, Amitabha sama dengan Mahadewa yang menduduki barat dan Amogasiddhi sama dengan Wisnu yang menduduki utara. Oleh karana itu para bhikkhu tersebut mengatakan tidak ada perbedaan antara agama Buddha dengan Siwa. Dalam kitan ‘Kunjarakarna’ disebutkan bahwa tiada seorangpun, baik pengikut Siwa maupun Buddha yang bisa mendapat kelepasan jika ia memisahkan yang sebenarnya satu, yaitu Siwa-Buddha.
Kita mendapat kesan bahwa pada waktu itu agama Buddha lebih berkembang dari agama Siwa. Ini dilihat dari kitab Sutasoma yang mencaritakan tentang kemarahan Kalarudra yang hendak membunuh Sutasoma, titisan Buddha. Para dewata mencoba meredakan Kalarudra dengan mengingatkan bahwa sebenarnya Buddha dan Siwa tidak bisa dibedakan. Jinatwa (hakekat Buddha) adalah sama dengan Siwatattwa (hakekat Siwa). Selanjutnya dianjurkan agar orang merenungkan Siwa-Buddha-tattwa, hakekat Siwa-Buddha.
Hal ini tampak juga dari cerita Bubuksah yang ceritanya juga dilukiskan di candi Panataran. Dua saudara yang tua bernama Gagang Aking, pengikut Siwa dan Bubuksah pengikut Buddha, sejak muda hidup sebagai pertapa di gunung Wilis. Bubuksah makan segala sesuatu yang dapat dimakan sedangkan Gagang Aking memakan sayuran saja. Mereka berdebat tentang dua pertapaan ini. Kemudian dewa Mahaguru mengutus Kala Wijaya dalam wujud harimau putih untuk menguji kedua anak itu. Ketika harimau putih datang ke Gagang Aking, dinasehatinya supaya pergi saja keadiknya karena tubuhnya lebih gemuk. Ketika harimau itu tiba ditempat Bubuksah, dengan sengaja ia merelakan dirinya untuk disantap, supaya ia lepas dari dunia fana ini. Dari sini jelaslah bahwa Bubuksah itu pengikut Buddha yang suci sekalipun ia tidak keras dalam tapanya. Ia mendapat tempat di surga. Cerita ini mengungkapkan suatu polemik, yang menunjukan keunggulan agama Buddha. Sekalipun demikian carrita ini dilukiskan pada candi Prambanan.
Dari sini makin jelas bahwa unsur-unsur indonesia asli makin kedepan yang diuraikan dalam bentuk agama Hindu dan Buddha.
Masa Abad ke-20
Gunung api akan meluapkan baranya Lima ratus tahun dari sekarang Ajaran Buddha akan kembali Kemudian sang hulubalang menghilang dari depan seterunya, setelah memilih untuk tetap mempertahankan apa yang diyakininya, dengan hanya meninggalkan beberapa baris ramalan. Tahun 1478, kerajaan Majapahit berakhir. Kala itu ikut runtuh juga pilar-pilar kejayaan agama Buddha di nusantara. Rakyat yang setia memeluk agama Siwa-Buddha mengungsi dan berkumpul di berbagai tempat di Jawa Timur dan pulau Bali.
Seratus lima puluh tahun berselang, bangsa Indonesia dijajah Belanda. Ikut datang bersama kaum penjajah, evangelis-evangelis yang menyebarkan agama Kristen. Selain itu, terdapat juga cendikiawan Belanda yang datang, untuk keperluan meneliti sejarah dan kebudayaan bangsa yang dijajah. Belanda mempelajari itu semua, tentu dengan tujuan untuk melanggengkan penguasaan bangsanya atas bangsa yang terjajah.
Ajaran spiritualisme yang menonjol dikalangan orang Belanda yang ikut datang ke Indonesia adalah apa yang dikenal sebagai Perhimpunan Theosofi. Ajaran Theosofi memberikan tekanan pada aspek persaudaraan antar manusia, tanpa membedakan ras, bangsa, maupun agama. Sehingga ada juga orang Indonesia berpendidikan yang ikut menjadi anggota Theosofi.
Disamping dua kelompok diatas – penganut theosofi dan penganut Siwa-Buddha – ritual agama Buddha yang telah membaur dengan tradisi Tiongkok juga dipraktekan oleh kalangan Tionghoa di Indonesia. Agama Tionghoa secara tradisional merupakan perbauran antara agama Buddha, Konfusianisme dan Taoisme. Ajaran agama Buddhanya adalah ajaran dari tradisi utara atau secara umum dikenal sebagai aliran Mahayana.
Tidak jarang, biksu-biksu dari Tiongkok datang memberikan bimbingan di kelenteng-kelenteng. Namum pada umumnya yang mereka berikan hanya penjelasan mengenai bentuk-bentuk upacara seperti bagaimana memasang hio dan cara-cara sembahyang, menjaga lilin dan sebagainya. Jarang sekali mengungkapkan ajaran Buddha secara rinci.
Ditahun 1920-an muncul satu tokoh di kalangan ini yang bernama Kwee Tek Hoay, seorang pedagang , penulis yang tajam dan juga budayawan. Ia pulalah yang mula-mula menerbitkan majalah berbahasa Indonesia berisikan ajaran agama BUddha , dengan nama Moestika Dharma.
Dari majalah Moestika Dharma yang terbit pada tahun 1932 diketahui bahwa telah ada organisasi Buddhis yang bernama Java Buddhists Association, dibawah pimpinan Ernest Erle Power (ketua) dan Josiast v. Dienst (sekretaris). Organisasi ini merupakan bagian dari The International Buddhists Missionary yang berpusat di Thanton, Myanmar. Java Buddhists Association berorientasi pada agama Buddha aliran Theravada.
Kedatangan Pandita Josias membuka pikiran banyak tokoh-tokoh masyarakat yang memperhatikan agama Buddha. Dikelenteng, waktu ia berdiskusi dengan bhiksu-bhiksu, banyak tokoh-tokoh kelenteng yang ikut mendengarkan. Pembicaraan antara upasaka keturunan Belanda itu dengan tokoh kelenteng berkisar pada ajaran agama Buddha dan perkembangannya di Pulau Jawa.
Atas jasa Kwee Tek Hoay, terselenggara dialog antara Josiast v. Dients dan Bhiksu Lin Feng Fei, kepala kelenteng Kwan Im Tong di Prinsenlaan (mangga besar), Jakarta. Dialog itu menghasilkan kesepakatan bahwa kelenteng sebagai tempat ibadah umat Buddha tidak hanya digunakan sebagai tempat pemujaan saja, melainkan pula sebagai tempat untuk mendapatkan pelajaran agama Buddha.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan itu, Bhiksu Lin Feng Fei mengizinkan Josiast memberikan ceramah agama Buddha di kelenteng Kwan Im Tong. Kemudian Kongkoan (Chineesche Raad), suatu badan yang mengorganisir kelenteng-kelenteng di Jakarta, mengizinkan pula Josiast memberikan ceramah di kelenteng-kelenteng di sekitar Jakarta.
Pada tahun 1934, tanggal 4 Maret, Bhikkhu Narada Thera, seorang evangelis Buddhist yang terkenal dari Srilangka, datang ke Indonesia untuk pertama kalinya dalam lawatan ke Asia Tenggara, atas undangan Ong Soe An, seorang tokoh Theosifi dari Bandung.
Selama di Pulau Jawa, Bhikkhu Narada mengunjungi Batavia, Buitenzorg (Bogor), Bandung, Yogya dan Solo. Di lima kota ini Bhikkhu narada memberikan ceramah-ceramah tentang ajaran agama Buddha.
Oleh aktivis Theosofi, kedatangan Bhikkhu Narada dimanfaatkan untuk memperluas wawasan mengenai ajaran Buddha. Sewaktu mengunjungi Candi Borobudur, di Magelang, pada tanggal 10 Maret 1934, Bhikkhu Narada memberkati penanaman Pohon Bodhi yang dilakukan oleh pemuka Theosofi Yogya, Mr. E E. Power. Sepulangnya dari Borobudur, pada malam harinya, Bhikkhu Narada Thera menahbiskan beberapa orang upasaka di Yogya. Diantaranya terdapat seorang jawa bernama Mangunkawatja.
Pada tahun itu juga dibentuk Java Buddhists Association Afdeeling Batavia (Jakarta) dengan ketuanya J.W. de Witt dan sekretarisnya DR. R. Ng. poerbatjaraka. Disamping itu dibentuk juga Java Buddhists Association Afdeeling Buitenzorg (Bogor) dibawah pimpinan A. van der Velde (ketua) dan Oeij Oen Ho (sekretaris). Tak lama kemudian, tanggal 10 Mei 1934, Java Buddhists Association Afdeeling Batavia melepaskan diri dari Java Buddhists Association pusat dan berdiri sendiri dengan nama Batavia Budhists Association dibawah pimpinan Kwee Tek Hoay (ketua) dan Ny. Tjoa Hin Hoey (sekretaris). Dalam majalah Moestika Dharma, Kwee Tek Hoay menjelaskan bahwa pemisahan ini bukan merupakan pemecahan tapi untuk dapat bergerak lebih leluasa. Batavia Buddhists Association ini condong menyebarkan ajaran Mahayana, berbeda dengan Java Buddhist Association yang Theravada.
Pada tahun 1934 itu juga dibentuk suatu organisasi pusat (semacam Walubi) yang bernama Central Buddhistische Institut Voor Java dengan media cetak berbahasa Belanda yang bernama De Dharma in Nederlandsche Indie.
Pada tahun 1935 oleh Kwee Tek Hoay telah banyak dibentuk Sam Kauw Hwee, yaitu organisasi-organisasi setempat yang anggotanya terdiri dari penganut agama Buddha, Konghucu dan Tao, dengan media cetak bernama Sam Kauw Goat Poo yang berbahasa Indonesia. Tujuan Organisasi ini pada dasarnya adalah untuk mencegah orang Cina dan keturunan Cina menjadi penganut ajaran agama lain. Selama pendudukan Jepang, semua kegiatan organisasi Buddhist terhenti. Baru kemudian pada tahun 1952, Sam Kauw Hwee – Sam Kauw Hwee ini digiatkan kembali dengan menggabungkan diri menjadi Perkumpulan Sam Kauw Hwee Indonesia.
Masa Setelah Kemerdekaan Indonesia
Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1969 telah terdapat berbagai organisasi Buddhis yang merupakan organisasi sosial kemasyarakatan dan sekaligus melakukan pengembangan kualitas umat dan kualitas kehidupan beragama umat Buddha. Diantaranya adalah :
1. Gabungan Tridharma Indonesia (GTI)Gabungan Tridharma Indonesia adalah merupakan penggabungan beberapa Sam Kauw Hwee. Perkumpulan Sam Kauw Hwee Indonesia bergabung dengan Thian Lie Hwee yang dipimpin oleh almarhum Ong Tiang Biauw (yang kemudian menjadi Bhikkhu Jinaputta) dan Gabungan Khong Kauw Hwee Indonesia (GAPAKSI). Bagian kebaktian dari Sin Ming Hui (Perkumpulan Sosial Candrayana) dan Buddha Tengger, membentuk Gabungan Sam Kauw Indonesia (GKSI) di bawah pimpinan The Boan An sebagai ketua pada tahun 1953. Setelah The Boan An di tasbihkan menjadi Bhikkhu pada tahun 1954 di Myanmar dengan nama Bhikkhu Jinarakkhita, ketua GKSI beralih kepada DRS. Khoe Soe Kiam (Drs. Sasana Surya). Pada tahun 1962, GKSI berganti nama menjadi Gabungan tridharma Indonesia (GTI).
2. Perhimpunan Buddhis Indonesia (PERBUDHI)Beberapa tokoh umat Buddha dari suku Jawa, diantaranya Sosro Utomo dari Buddha Tengger, melihat bahwa sukar bagi orang Jawa untuk tetap bergabung dengan GTI. Oleh sebab itu untuk pertumbuhan umat disarankan membentuk organisasi baru yang memungkinkan orang Jawa menjadi anggotanya. Tahun 1967 dibentuk Persatuan Buddhis Indonesia (PERBUDHI) dengan ketua umum pertamanya Sosro Utomo. Dalam kongres pertamanyatahun 1978 diganti namanya menjadi Perhimpunan Buddhis Indonesia (PERBUDHI) dengan ketua umum Sariputra Sudono, dan kemudian berturut-turut sebagai ketua umum adalah Kolonel Soemantri M.S. dan Brigjen. Suraji A.A. Atas usaha Bhikkhu JInarakkhita Perbuddhi dengan cepat berkembang dan menyebar ke luar pulau Jawa. Sejak permulaan tahun 60-an kelihatan ketidak-serasian antara Bhikkhu Jinarakkhita dan Perbudhi dengan GTI, yang pada akhirnya berakibat GTI melarang anggotanya menjadi anggota Perbudhi.
3. Musyawarah Umat Buddha Seluruh Indonesia (MUSBI)Dalam tubuh Perbudhi terdapat kelompok Upasaka dan Upasika yang merupakan kelompok elit dalam Perbudhi. Kelompok ini harus menjadi anggota perbudhi dan terikat dalam persaudaraan yang disebut Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) yang dibentuk pada tahun 1956 oleh Bhikkhu Jinarakkhita dan merupakan pembantu Sangha dan bertanggung jawab kepada Sangha Suci Indonesia pimpinan Bhikkhu Jinarakkhita. Beberapa anggota Perbudhi dari Yogya dan Jawa Tengah menentang adanya kelompok ini. Mereka berpendapat bahwa roda organisasi Perbudhi tidak dapat berjalan dengan baik karena Upasaka-Upasika ini tidak tunduk kepada keputusan kongres, tetapi kepada Sangha. Sedangkan pihak lainnya memandang perlu adanya PUUI. Tahun 1962 mereka yang menolak PUUI menyatakan keluar dari Perbudhi dan membentuk Musyawarah Umat Buddha Seluruh Indonesia (MUSBI) dibawah pimpinan Drs. Soeharto Djojosumpeno dari Yogya, yang terakhir menjabat sebagai staf pada Lemhanas.
4. Buddhis IndonesiaTahun 1965 Perbudhi cabang Semarang melepaskan diri dari Perbudhi dan membentuk Buddhis Indonesia yang bermarkas di Vihara Tanah Putih Semarang. Buddhis Indonesia mendapat dukungan dari berbagai cabang Perbudhi di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan menyatakan diri menjadi cabang Buddhis Indonesia. Awal perpecahan ini adalah ketidak-serasian dan masalah pribadi antara tokoh-tokoh Busshid di Semarang dan Jawa Tengah dengan tokoh sentral umat Buddha, tetapi sebagai alasan untuk keluar dari Perbudhi adalah keikut-sertaan Perbudhi dalam Konferensi World Buddhists of Fellowship (WFB) di Bangkok yang hadir pula utusan dari Malaysia. Pada waktu itu Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.
Pada bulan Juli 1965 diadakan pertemuan antar organisasi-organisasi Buddhis yang ada untuk membuat landasan kerukunan dan kerjasana. Pertemuan ini dilanjutkan lagi pada bulan Agustus 1966 dan Oktober 1966. Pada pertemuan mereka bulan Februari 1967 berhasil dibentuk Federasi Umat Buddha Indonesia yang anggotanya adalah :
1. Buddhis Indonesia 2. Gabungan Tridharma Indonesia 3. Musyawarah Umat Buddha Seluruh Indonesia 4. Agama Hindu-Buddha Tengger 5. Agama Buddha Wisnu Indonesia
Perbudhi tidak mau bergabung dengan Federasi Umat Buddha Indonesia karena diantara anggota Federasi Umat Buddha Indonesia ini ada yang telah mengeluarkan pernyataan bersama yang merugikan Sangha Suci Indonesia dan Perbudhi. Dalam Maha Samaya II (kongres PUUI) yang diselenggarakan 16-18 Maret 1969 di Bandung, yang dihadiri pula oleh Perbudhi dan Maha Sangha Indonesia, dibentuk Majelis Tertinggi Seluruh Umat Buddha Indonesia yang berfungsi menetapkan kebijaksanaan dalam keagamaan dan bertanggung jawab kepada Maha Sangha Indonesia. Pimpinan majelis ini adalah Bhikkhu Girirakkhito (ketua umum) dan Brigjen Suraji Aryakertawijaya (sekjen).
Pada tahun 1959 oleh Bhikkhu Jinarakkhita dibentuk Sangha Indonesia yang terdiri dari bhikkhu-bhikkhu dan samanera yang ditasbihkan menurut mazhab Theravada. Kemudian Sangha Indonesia diubah menjadi Sangha Suci Indonesia dan pada tahun 1968 diubah lagi menjadi Maha Sangha Indonesia yang terdiri dari bhikkhu-bhikkhu Theravada dan Mahayana.
Perpecahan dan perselisihan diantara umat Buddha sampai tahun 1969 pada umumnya didasarkan pada perselisihan pribadi. Perpecahan diantara para bhikkhu dalam Maha Sangha Indonesia diwarnai dengan adanya perbedaan dalam pemahaman Vinaya dan Dharma.
Beberapa bhikkhu Theravada menghendaki para bhikkhu tidak campur tangan mengenai perpecahan ini dan berdiri sendiri sebagai panutan. Karena usaha ini tidak berhasil, maka para bhikkhu tersebut keluar dari Maha Sangha Indonesia ada membentuk Sangha Indonesia pada tanggal 12 Januari 1972.
Sangha Indonesia mendapat dukungan dari organisasi-organisai yang terhimpun dalam Federasi Umat Buddha Indonesia dan dari organisasi lain seperti Perbudhi dan Persaudaraan Umat BUddha Salatiga. Dukungan PErbudhi terhadap Sangha Indonesia dan menyatakan sebagai Pengayom Perbudhi disamping Maha Sangha Indonesia telah menyebabkan PUUI, yang namanya telah diganti menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI) menyatakan keluar dari Perbudhi.
Untuk mencegah perpecahan supaya tidak meluas, atas prakarsa Brigjen Saparjo, dilakukan pertemuan untuk mengadakan musyawarah. Setelah beberapa kali pertemuan, pada tanggal 26 Mei 1972 dibuat ikrar di Candi Borobudur untuk membentuk wadah tunggal umat Buddha Indonesia. Ikrar tersebut ditanda-tangani oleh:
1.Suryaputta Ks Suratin (Buddhis Indonesia) 2.Brigjen Sumantri MS (MUABI) 3.Brigjen Suraji Ariya kertawijaya (Perbudhi) 4.Djoeri (MUSBI) 5.Drs. Sasana Surya (GTI) 6.Soepangat Prawirokoesoemo SH (Persaudaraan Umat Buddha Salatiga)
Wadah tunggal itu merupakan peleburan semua organisasi Buddhis dan bernama Buddha Dharma Indonesia disingkat BUDHI. Disamping itu juga dibentuk Majelis Buddha Dharma Indonesia yang anggotanya terdiri dari para pemuka agama Buddha dan cendikiawan Buddhis dari berbagai sekte. Majelis ini berfungsi menetapkan kebijaksanaan keagamaan.
Pada tanggal 14 Januari 1974, atas prakarsa Dirjen Bimas Hindu-Buddha, diadakan pertemuan antara Sangha Indonesia dan Maha Sangha Indonesia. Dalam peretemua itu, disepakati untuk melebur Sangha Indonesia dan Maha Sangha Indonesia menjadi Sangha Agung Indonesia dan setiap bhikkhu akan melaksanakan Vinaya berdasarkan sekte masing-masing. Terpilih sebagai ketua adalah MNS Jinarakkhita dan wakilnya Bhikkhu Jinapiya Thera.
Akan tetapi, pertemuan selanjutnya untuk menetapkan antara lain struktur dan fungsi organisasi Sangha Agung Indonesia tidak pernah dpat dilaksanakan. Konsensus yang dibuat pada tanggal 14 Januari tersebut tidak dapat diwujudkan.
Sebegitu jauh kerukunan, persatuan dan kesatuan masih belum dapat diwujudkan, sedangkan pertentangan antar organisasi makin meningkat, atas dasar Dirjen Bimas Hindu-Buddha dilakukan pertemuan pimpinan organisasi Buddhis dan para pemuka agama Buddha pada tahun 1976 di Jakarta. Dalam pertemuan itu disadari bahwa organisasi Buddhis mempunyai dua bentuk kegiatan, yaitu : aspek sosial kemasyarakatan dan aspek pembinaan kehidupan keagamaan yang dilakukan oleh para rohaniawan dari sekte yang bersangkutan. Dalam keadaan yang demikian sukarlah untuk terbentuk satu wadah tunggal bagi umat Buddha karena masing-masing sekte mempunyai tradisi dan upacara keagamaan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu kedua aspek kegiatan organisasi Buddhis yang ada dipisahkan dan masing-masing dihimpun dalam wadah tunggal.
Aspek sosial kemasyarakatan dihimpun dalam wadah tunggal non sektarial yang dinamakan Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia (GUBSI) dibawah pimpinan R. Eko Sasongko Pratomo SH (ketua) dan Drs. Aggi Tjetje (sekjen). Aspek kerohanian menjadi Majelis Agama yang mewakili sekte agama Buddha yang ada. Bidang kerohanian BUDHI tumbuh menjadi Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia ( MAPANBUDHI). Dari kelompok Tridharma, dinamakan Majelis Rohaniawan Tridharma se Indonesia ( Martrisia). Kemudian dalam pertemuan berikutnya, dibentuk Majelis Agung Agama Buddha Indonesia MABI yang berbebtuk federasi.
MUABI kemudian mengundurkan diri dari MABI. MUABI pecahannya menjadi Lembaga Dharmaduta Kasogatan Indonesia yang akhirnya menjadi Majelis Dharmaduta Kasogatan Tantrayana Indonesia, yang di pimpin oleh alm Giriputta Sumarsono dan kemudian Drs. Oka Diputhera. MUABI kemudian diganti menjadi Majelis Buddhayana Indonesia (MBI).
Bhikkhu-bhikkhu Theravada yang terhimpun dalam Sangha Agung Indonesia mengundurkan diri dan bersama-sama dengan bhikkhu-bhikkhu Theravada yang baru pulang dari belajar diluar negri, membentuk Sangha Theravada Indonesia. Demikian pula dengan Bhikkhu Mahayana yang ada di Sangha Agung Indonesia mengundurkan diri dan kemudian membentuk Sangha Mahayana Indonesia. Dengan demikian di Indonesia terdapat tiga Sangha : Sangha Agung Indonesia, Sangha Theravada Indonesia dan Sangha Mahayana Indonesia.
Lebih lanjut, Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara mengadakan pertemuan dengan pimpinan semua majelis dan sangha yang ada di Indonesia. Dalam pertemuan ini semua majelis ada sangha menyatakan semua sekte agama Buddha yang ada, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan sebutan yang berbeda-beda. Dalam pertemuan ini dibentuk Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) yang mewakili umat Buddha pada tahun 1978. Nama Perwalian Umat Buddha Indonesia di berikan oleh Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara.
Era Walubi
Masa selanjutnya adalah masa Walubi yang dibentuk pada tahun 1978. Walubi dalam rapat anggotannya tanggal 21 desember 1978 mendukung pernyataan MABI yang menyatakan bahwa seluruh aliran dan sekte-sekte agama Buddha berkeyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun demikian MUABI dan Sangha Agung Indonesia masih berada di luar Walubi.
Disamping itu atas jasa baik seorang pejabat tinggi pemerintah, pada bulan Januari itu juga diadakan pertemuan para pemuka agama dan organisasi Buddhis. Dalam pertemuan itu dibahas apa yang menjadi persoalan diantara umat Buddha dan disepakati akan mengadakan lokakarya sebelum bulan Pebruari 1979. Dalam pertemuan itu Niciren Syosyu Indonesia (NSI) tidak diikut-sertakan karena salah seorang pemuka umat Buddha dari MUABI tidak memandang NSI sebagai bagian dari rumpun umat Buddha. NSI yang mengakui sebagai agama Buddha yang sama dengan Majelis-majelis lainnya dan menyetujui kesepakatan yang telah dihasilkan dalam pertemuan tersebut diatas diikut sertakan dalam lokakarya yang diselenggarakan bulan Februari 1978.
Lokakarya yang dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 1978 di Jakarta menghasilkan dokumen “Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha dalam kepribadian Nasional Indonesia”. Hasil lokakarya ini merupakan dasar untuk mengadakan Kongres Umat Buddha Indonesia.
Setelah diadakan prakongres, Kongres Umat Buddha Indoensia diselenggarakan pada tanggal 8 Mei 1979 di Yogyakarta. Hasil kongres itu antara lain Kode Etik, Kriteria agama Buddha, Ikrar Umat Buddha Indoensia dan pengukuhan Hasil Keputusan Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha Dengan Kepribadian Nasional Indonesia.
Ikrar Umat Buddha yang isinya antara lain akan melaksanakan dengan sepenuh hati dan sebaik- baiknya semua Ketetapan dan Keputusan Kongres Umat Buddha Indonesia, dinyatakan dalam forum terbuka dihadapan Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara dalam Upacara Waisak Nasional pada tanggal 10 Mei 1979 di Candi Mendut dan ditandatangani oleh semua Sangha dan Majelis Agama Buddha, termasuk NSI yang pada waktu itu mengakui sebagai agama Buddha yang sama dengan Majelis-majelis lainnya.
Hasil Kongres Umat Buddha tersebut merupakan dasar dan besar artinya untuk mewujudkan kerukunan, persatuan dan kesatuan umat Buddha di Indonesia. Oleh sebab itu, dikukuhkan dalam Kongres I Walubi pada tahun 1986 di Jakarta.
Dengan adanya hasil Kongres yang merupakan dasar kerukunan, persatuan dan kesatuan umat Buddha bukanlah berarti kerukunan itu akan segera tercipta. Tidaklah mudah untuk melaksanakan program Walubi pada tahun-tahun pertama terbentuknya.
Pada tahun 1981 dengan dalih Anggaran Dasar Walubi tidak sah diadakan Kongres Luar Biasa Walubi untuk membuat Anggaran Dasar baru. hasil Kongres Luar Biasa tersebut ternyata adalah penggantian DPP Walubi. Ketua umum yang baru adalah Soemantri Mohammad Saleh dan Sekjen Seno Sunoto dari NSI.
Penggantian pimpinan Walubi tidaklah membawa peningkatan pada kerukunan intern Umat Buddha dan terlaksananya program Walubi, tetapi sebaliknya Sambutan Hari Raya Waisak dari Seno Sutono selaku Sekjen Walubi yang dimuat dalam surat kabar ‘Sinar Harapan’ pada tahun 1983 adalah bertentangan dengan kode etik dan hasil lokakarya pemantapan ajaran agama Buddha. Dalam sambutannya itu Seno Sutono mengubah Hari Raya Waisak sebagai hari balas Budi bagi umat Buddha yang didasarkan pada filsafat dan pandangan hidup orang Jepang.
Protes-protes dalam surat kabar dapat dihentikan agar tidak menimbulkan keresahan dan mengganggu kerukunan lebih lanjut dikalangan umat Buddha. Masalah tersebut akan diselesaikan oleh DP Walubi Pusat. Akan tetapi masalah tersebut tidak pernah diselesaikan.
Kemudian pada awal tahun 1985 timbul kembali kepermukaan keresahan dikalangan umat Buddha di Jawa Tengah, terutama di Wonogiri tentang adanya Buddha lain disamping Buddha Gautama. Dalam konsultasi pejabat Direktorat Jendral Bimas Hindu-Buddha dengan pemuka agama Buddha, Seno mengakui bahwa NIciren Daisyonim adalah seorang Buddha.
Permasalahan tentang adanya dua Buddha yang bertentangan dengan kriteria agama Buddha, kode etik dan hasil lokakarya pemantapan ajaran agama Buddha dan merusak kerukunan intern umat Buddha, tidak diselesaikan oleh DPP Walubi sampai pada Kongres I Walubi tahun 1986. Kongres I Walubi diselenggarakan tanggal 8 – 11 Juli 1986 mengukuhkan hasil-hasil kongres umat Buddha Indonesia tentang kode etik, kriteria agama Buddha di Indonesia, agama Buddha dengan kepribadian nasional Indonesia, ikrar umat Buddha Indonesia. Dalam kongres I Walubi itu terpilih sebagai ketua umum adalah Bhikkhu Girirakkhita Maha Thera dan wakilnya adalah Drs. Aggi Tjetje.
Berdasarkan fatwa Widyeka Sabha Walubi dan secara historis, faktual dan keimanan, Buddha masa kini adalah tetap Buddha Gautama. Hal ini berakibat tidak diakuinya Niciren Syosyu Indoensia sebagai bagian dari rumpun agama Buddha, Oleh karena itu NSI dikeluarkan dari Walubi pada tanggal 10 Juli 1987.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan beberapa pakar sejarah di tanah air, hingga saat ini masih terdapat berbagai pendapat yang berbeda tentang kapan masiknya agama Buddha di Indonesia. Namun satu hal yang dapat dicatat dalam sejarah, berdasarkan pada catatan perjalanan Fa Hien, seorang misionaris Buddha asal China, sekitar tahun 414 masehi, telah ada penganut agama Buddha di pulau Jawa, walaupun masih dalam jumlah yang tidak banyak.
Kemudian, berdasarkan catatan sejarah, atas usaha Bhikshu Gunawarman, pada tahun 423 Masehi, agama Buddha mulai berekembang di pulau Jawa. Sedangkan perkembangan agama Buddha di Sumatera tercatat pada catatan perjalanan I-Tsing, seorang bhikshu dari China yang dalam perjalanan pulang nya ke China singgah dan menetap beberapa waktu ke Sriwijaya di Palembang yang terletak di pulau Sumatera Selatan (685-695M).
Perkembangan Mazhab Tantrayana di Indonesia
Mazhab Tantrayana berkembang dengan pesatnya dibumi persada Indonesia, terutama pada masa-masa kerajaan Mataram kuno, Singasari dan Majapahit. Perkembangan yang demikian pesatnya seiring dan sejalan dengan mazhab-mazhab lkainnya, bahkan dengan agama Hindu yang juga banyak dianutnya pada masa-masa tersebut.
Bukti-bukti pesatnya perkembangan mazhab Tantrayana pada masa-masa tersebut, antara lain :
1. Pada masa Kerajaan Kuno : Candi-candi Buddha :
1. Candi Kalasan, dekat Jogjakarta, didirikan tahun 778 M.
2. Candi Sari, dekat Candi Kalasan.
3. Candi Borobudur, dekat Magelang, didirikan tahun 826 M.
4. Candi Mendut, di sebelah Timur Candi Borobudur, didirikan tahun 809 M.
5. Candi Pawon, merupakan gerbang Candi Borobudur, didirikan tahun 826 M.
6. Gugusan Candi Ngawen, dekat Muntilan.
7. Gugusan Candi Sewu, dekat Prambanan.
8. Gugusan Candi Plaosan, disebelah Timur Candi Sewu.
Literatur-literatur : Kitab Sanghyang Kamahayanikan.
2. Pada Masa Kerajaan Singosari : Candi-candi :
1. Candi Singosari, dekat Malang, tempat pemujaan Raja Kertagama yang merupakan perpaduan antara Tantrayana dan Siwa.
2. Candi Jawi, dekat Prigen, perpaduan Tantrayana dan Siwa.
3. Candi Jabung, dekat Krasaan.
Adanya gelar Dharmadhyaksa Ring Kasogatan (kepala agama Buddha).
3. Pada masa Kerajaan Majapahit : Literatur-literatur : Kitab Sutasoma dan Kitab Kunjarakarna
4. Di pulau Sumatra terdapat juga peninggalan Candi, yakni :
1. Candi Muara Takus, dekat Bangkinang, Propinsi Riau.
2. Candi Portibi-Gunung Tua, dekat Padang sidempuan, propinsi Sumatra Utara.
Masa-masa keemasan mazhab Tantrayana terjadi terutama pada masa berkuasanya raja-raja dari wangsa Syailendra di kerajaan Mataram Purba. Hal itu terbukti dengan bangunan candi Borobudur dan candi-candi lainnya yang bernuansakan Buddha Dharma Tantrayana. Namun sangat disayangkan bahwa perkembangan Tantrayana mengalami masa surut setelah masa Raja Hayam Wuruk. Hal itu terjadi karena terputusnya garis silsilah dan tidak terdapat lagi acharya maupun guru yang mampu membimbing umat dengan baik. Seiring dengan itu, masuknya gama baruke tanah air, yakni agama Islam, juga turut mempengaruhi kemunduran Tantrayana. Sehingga menjelang akhir abad XV, daerah pesisir Utara di pulau Jawa semuanya telah memeluk agama Islam.
Literatur-literatur Buddha Dharma di Indonesia
Berdasarkan pada peninggalan-peninggalandari zaman keemasan agama Buddha pada masa kerajaan-kerajaan, baik di pulau Jawa maupun di pulau Sumatra, dapat kita simpulkan bahwa pada masa-masa tersebut, perkembangan agama Buddha terutama dari mazhab Tantrayana adalah pesat sekali. Apalagi bila kita adakan penelitan terhadap candi Borobudur, yang kita akui sebagai salah satu keajaiban dunia yang masih dapat dinikmati di muka bumi ini.
Pada masa-masa tersebut, literatur-literatur Buddha Dharma telah berkembang sangat pesat. Banyak literatur yang merupakan hasil karya para cendikiawan Buddha Dharma di zamannya. Diantara literature tersebut, antara lain : Sanghyang Kamahayanikan, Sutasoma dan Kunjarakarna.
Kitab Sutasoma
Menurut dr. WK.Dharma, Kitab Sutasoma merupakan karya Mpu Tantular. Adapun ringkasan dari kitab Sutasoma ini adalah sebagai berikut :
Dikisahkan Sanghyang Buddha yang menitis pada putra Prabu Mahaketu, raja Hastina, yang bernama Raden Sotasoma. Setelah dewasa dia sangat rajin beribadah cinta akan agama Buddha (Mahayana). Dia tidak mau dikawinkan dan dinobatkan menjadi raja. Pada suatu malam dia meloloskan diri dari kerajaan, pintu-pintu yang sedang tertutup dengan sendirinya menjadi terbuka untuk memberi jalan keluar pada prabu Sutasoma. Di dalam perjalanannya, Sutasoma tiba pada sebuah candi yang terletak di dalam hutan. Dia berhenti di candi tersebutdan mengadakan samadhi. Kemudian meneruskan perjalanan dan mendaki pegunungan Himalaya dengan diantar oleh beberapa orang pendeta. Mereka tiba si sebuah pertapaan. Diceritakan bahwa para pertapa yang melaksanakan samadhi di pertapaan itu sering mendapat gangguan dari seorang raja raksasa, yang gemar menyantap daging manusia dan bernama Purusada, akhirnya menjadi raksasa penghuni hutan. Tenyata Purusada menderita luka di kakinya dan tak kunjung sembuh.
Para pendeta meminta agar Sutasoma bersedia membunuh Purusada, akan tetapi permintaan tersebut ditolaknya. Dalam melanjutkan perjalanannya, ia mendapart serangan dari raksasa berkepala gajah dan seekor naga. Namun keduanya dapat dia dikalahkan. Ketika sampai disebuah tebing, ia melihat seekor macan betina yang sedang bersiap menyantap anaknya sendiri. Melihat kejadian tersebut, Sutasoma menawarkan diri sebagai pengganti. Maka dihisaplah darahnya oleh macan, dan meninggallah Sutasoma. Namun setelah melihat mayat Sutasoma. Kemudian datanglah Batara Indra untuk menghidupkan kembali Sutasoma. Setelah kejadian tersebut, Sutasoma bersamadhi di dalamsebuah goa. Para dewa mencoba keteguhan tekad sang pertapa tersebut dengan pelbagai godaan. Namun dapat diatasi oleh Sutasoma. Bahkan dalam melaksanakan samadhi, ia dapat menjelma menjadi Buddha Vairocana. Setelah pulih, kembali menjadi Sutasoma dan dirinya berniat untuk pulang ke negerinya. Di dalam perjalanan pulang, ia bertemu dengan bala tentara Purusada yang sedang dikejar olehPrabu Dasabahu. Ternyata ratu ini masih saudara sepupunya sendiri dan ia pun diminta untuk pulang kembali ke negerinya. Setelah kepulangannya, Sutasoma dinikahkan dengan adik Prabu Dasabahu. Setelah selesai perhelatan, ia pun menlanjutkan perjalanan ke Hastina, ia kemudian dinobatkan sebagai raja dan bergelar Prabu Sutasoma.
Pada waktu itu, raksasa Purusada yang bernazar akan mempersembahkan seratus manusia untuk menjadi santapan Batara Kala, bilamana luka di kakinya dapat disembuhkan. Ketika itu, Purusada dapat menawan sembilan puluh sembilan orang raja yang akan dipersembahkan pada Batara Kala. Untukmemperoleh raja ke seratus, Purusada lalu menyamar sebagai seorang pendeta tua yang kemudia berhasil menawan Raja Widarba. Kemudian jumlah ke seratus tawanan tersebut dipersembahkan pada Batara Kala. Namun persembahan tersebut ditolak oleh Batara Kala. Karena menginginkan daging Prabu Sutasoma. Setelah mengetahui duduk persoalan, Prabu Sutasoma bersedia menjadi santapan Batara Kala, asalkan keseratus tawanan lainnya dibebaskan. Kerelaan ini sangat berkenan di hati Batara Kala, bahkan Purusada menjadi terharu. Purusada kemudian bertobat dan berjanji tidak akan makin daging lagi.
Kitab Kunjarakarna
Menurut dr. WK.Dharma, Kitab Kunjarakarna terdiri dari dua redaksi, yakni dalam bentuk Kakawin dan dalam bentuk Prosa. Kitab Kunjarakarna hingga saat ini belum diketahui siapa pengarangnya. Kitab ini isinya antara lain menggambar kan hukuman-hukuman yang diberikan di dalam neraka, dan berisi pujian pada Buddha Vairocana dengan menganggapnya sebagai lambang kebijaksanaan yang tertinggi serta sebagai Guru yang termulia.
Ringkasan narasi dalam Kitab Kunjarakarna sebagaimana telah dikutip, adalah sebagai berikut : Dalam keadaan hati yang bimbang, Kunjarakarna pergi menemui Buddha Vairocana untuk menerima pelajaran Dharma dari beliau. Maka pergilah Kunjara karna menuju Bodhicitta, tempat tinggal Vairocana. Namun sesudah menerima Kunjarakarna,Vairocana menolak permintaannya. Dan pada Kunjarakarna, Vairocana menyatakan agar pergi menghadap Yama, Dewa neraka, supaya dapat mengetahui tentang keadaan neraka, setelah mengetahui keadaan di neraka, barulah Vairocana akan memberikan pelajaran tentang Dharma. Kunjarakarna mengikuti nasehat Vairocana, dan pergi menghadap Yama. Sesudahnya bertemu, kemudian menguraikan maksud kedatangannya, Yama kemudian memberikan ilmu-ilmu yang diperlukan.
Setelah mendengar uraian-uraian Yama, Kunjarakarna melihat sebuah ketel besar yang sedang dipersiapkan untuk menghukum orang. Lalu ia menanyakan pada Yama, untuk siapa ketel tersebut dipersiapkan Jawaban Yama sangat mengejutkan, karena ketel tersebut dipersiapkan untuk Purnawijaya,seorang Widyadhara, yang tak lain adalah temannya sendiri. Sesudah mendapatkan perintah dari Yama, lalu segera kembali menjumpai Buddha Vairocana, setelah itu Kunjarakarna pun meninggalkan dunia neraka.
Kunjarakarna tidak segera menghadap Vairocana, dan malah pergi menemui temannya, Purnawijaya dengan maksud memberitahukan pada Purnawijaya tentang kejadian apa yang telah dilihatnya di dunia neraka. Setelah memperoleh berita dari Kunjarakarna, Purnawijaya sangat terkejut dan meminta nasehatnya. Lalu Kunjarakarna menjawab, bahwa ia tidak dapat menolong Purnawijaya, karena diri Purnawijayabelum dibersihkan dari dosa-dosa yang telah diperbuat. Ia kemudian mengajak Purnawijaya untuk bersama-sama menemui Vairocana di Bodhicitta.
Sesampai di Bodhicitta, Kunjarakarna menyuruh Purnawijaya untuk bersembunyi terlebih dahulu. Sedangkan dirinya menghadap Vairocana lebih dahulu. Setelah memohon pada Vairocana, agar diberikan pelajaran tentang ilmu kesempurnaan hidup untuk dapat mencapai kebahagiaan, sambil menyinggung nyinggung tentang keadaan Purnawijaya. Setelah menerima pelajaran dari Vairocana, ia pun mohon diri dan kembali ke tempat Purnawijaya menyembunyikan diri.
Kemudian tibalah giliran Purnawijaya untuk menghadap Vairocana untuk mengajukan permohonan. Oleh Vairocana, Purnawijaya kemudian diberikan pelajaran dan menerima pelajaran tersebut, segeralah lenyap semua nafsu yang melekat pada dirinya yang menyebabkan ia berbuat dosa. Walupun demikian, Purnawijaya belum dapat tertolong dari maut. Oleh karena dosa-dosa yang pernah diperbuatnya, akhirnya Purnawijaya masuk neraka, tetapi tak akan lama di dunia neraka, hanya sepuluh hari saja. Hal itu perlu untuk membersihkan diri dari dosa-dosa yang pernah diperbuatnya. Setelah menerima pelajaran dari Vairocana, terhiburlah hati Purnawijaya. Kemudian dengan semangatnya Purnawijaya berlatih keras dalam samadhi dan dhyana, sesuai dengan pelajaran yang telah diterima dari Vairocana. Didampingi istrinya, Gandhawati, Purnawijaya lalu berpesan, apabila ajalnya tiba, istrinya yang harus mengurus dan menjaga mayatnya selama sepuluh hari, karena setelah sepuluh hari ia akan bangun kembali.
Saat yang dinanti-nantikan pun tiba. Jiwa meninggalkan tubuh, diikuti oleh sebuah bayangan yang merupakan akibat dosa yang telah diperbuatnya, pergi ke dunia neraka dan menghadap pada Yama. Sesamp[ainya dineraka, oleh para pengawal neraka, Purnawijaya segera dilemparkan dalam ketel panas itu. Namun sekonyong-konyong ketel tersebut pecah dan hancur lebur. Dan ditempat tersebut muncul sebatang pohon surga, dikelilingi kolam dan bunga teratai yang amat indah. Para pengawal neraka sangat terkejut dan melaporkan kejadian tersebut pada Yama.
Kemudian bertanyalah Yama pada Purnawjaya tentang kejadian tersebut, setelah mendapatkan penjelasan dari Purnawijaya, yama lalu mengijinkan Purnawijaya untuk kembali ke asal(tubuh)nya. Setelah bangun kembali, Purnawijaya lalu memangggil semua Widyadhara dan Widyadhari untuk menceritakan apa yang telah terjadi. Kemudian ia mengajak mereka semua untuk menghadap Vairocana dan meyampaikan puja dan puji untukNya.
Pada saat hampir bersamaan,semua dewa, seperti Indra, Waruna dan lain-lainnya mendatangi Yama untuk menanyakan apa yang telah terjadi. Setelah mendapatkan penjelasan dari Yama, para dewa kemudian menghadap Vairocana untuk memohon penjelasan. Dengan suka hati Vairocana lalu menceritakan kisah Kunjarakarna dan Purnawijaya, mengingatkan para dewa pada ilmu kenyataan itu. Setelah mendapatkan penjelasan dari Vairocana, mereka pun kembali ke alam sorga. Setelah mengalami benyak peristiwa dan pelajaran, Kunjarakarna dan Purnawijaya akhirnya bersama-sama melanjutkan samadhi di kaki gunung Mahameru. Setelah bersamadhi selama dua belas tahun, mereka kemudian naik ke sorga Siddha.
Kitab Sanghyang Kamahayanikan
Sanghyang Kamahayanikan adalah merupakan sebuah literature agama Buddha yang sangat erat hubungannya dengan agama Buddha mazhab Tantrayana di Indonesia. Kitab Sanghyang Kamahayanikan ini seluruhnya berisi 129 ayat. Bagi sebagian besar umat Buddha. Isi dari kitab tersebut masih merupakan suatu kendala untuk dimengerti dan berada di luar kemampuan pikiran mereka.
Menurut penelitian yang pernah dilakukan, kitab Sanghyang Kamahayanikan tersusun antara tahun 929-947 Masehi oleh Mpu Shri Sambhara Surya Warama dari Jawa Timur, sebagai penerus dari kerajaan Mataram yang bergeser ke Jawa Timur. Naskah tertua dari kitab Sanghyang Kamahayanikan ini diketemukan di pulau Lombok pada tahun 1900 Masehi. Naskah ini oleh prof.Yunboll kemudian dibahas pada tahun 1908.dan diterjemahkan kedalam bahasa Belanda oleh, J.deKatt pada tahun 1940. setelah itu,naskah tersebut diteliti lagi oleh Prof.Wuff. Selanjutnya, naskah tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh I Gusti Bagus Sugriwa.
Kemudian oleh Tim Penerjemah Kitab Suci Agama Buddha Ditura Buddha ~Ditjen Bimas Hindu dan Buddha, Departemen Agama RI. Kitab Sanghyang Kamahayanikan ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan merupakan hasil yang lebih baik dari terjemahan-terjemahan sebelumnya.
Menurut dr.DK.Widya, isi kitab Sanghyang Kamahayanikan ini mengajarkan bagaimana seseorang mencapai Kebuddhaan, di mana seorang siswa pertama -tama melaksanakan Paramita-paramita, kemudian dijelaskan Paramaguhya dan Mahaguhya. Selain itu dijelaskan juga falsafah Adwaya yang mengatasi dualisme”ada” dan “tidak ada”.
Disamping itu, dapat diperoleh tambahan informasi berupa hasil wawancara dengan dua orang tokoh Tantrayana, yakni YA. Rinpoche Zurmang Garwang dari Sikkim, India dan YA.Rinpoche Losang Ngudup dari Mysore,India. YA.Rinpoche Zurmang Garwang adalah seorang pemimpin dari Dharma Chakra Centre yang terletak di Rumtek. East Sikkim, India. Menurut keterangan, beliau diyakini telah tumimbal lahir sebanyak tiga belas kali dan penganut Tantra, baik di Sikkim dan di Tibet mengkonsumsi jenis makanan nabati (vegetarian) dan hewani. Vinaya yang berpantang makan dari bahan makanan hewani atau yang dikenal dengan ‘vegetarian’ hanya pada kelompok Sangha aliran Mahayana di daratan China saja.
Menurut YA. Rinpoche Zurmang garwanglebih lanjut, setiap rohaniwan Tantra (sering disebut sebagai ‘Lhama’), mereka harus mendalami dahulu dasar-dasar Buddha Dharma yang ada pada mazhab Theravada dan Mahayana, sebelum mereka mendalami Tantrayana. Karena semua pada Buddha Dharma baik pada Theravada, Mahayana dan Tantrayana adalah sama. Mereka hanya berbeda pada cara pengalamannya saja.
YA. Rinpoche Losang Ngudup berasal dari kelompok Ge-lugpa (Yellow Hat Sect /sekte jubah kuning) adalah Ex Abbot (mantan Rektor) pada sera Mahayana Sermey Monastic University, yang terletak di Mysore, Distrik Karnanata-Southern India. Sera Mahayana Sermey Monastic University adalah lembaga pendidikan tinggi yang dikhususkan bagi para rohaniwan Tantrayana sebelum mereka di wisuda (inisiasi) sebagai “Lhama”.
Menurut YA. Rinpoche Losang Ngudup, setiap calon “Rinpoche” harus terlebih dahulu menjadi anggota Sangha, yang dalam Tantrayana disebut sebagai Lhama dan harus mendalami terlebih dahulu Dharma yang ada pada mazhab Tantrayana. Ini adalah informasi yang sama dengan YA. Rinpoche Zurmang Garwang. Menurut beliau lebih lanjut, kunjungan beliau dan rombongan ke Indonesia adalah dalam rangka mencari ‘benang merah’ dengan Tantrayana di Indonesia. Mereka berkeyakinan bahwa Tantrayana pada masa kerajaan-kerajaan dahulu adalah memiliki ‘garis silsilah’(lineage) yang sama dengan mereka, yakni melalui YA. Atissa Srinyana Dipankara. YA. Atissa adalah seorang Rinpoche yang pernah menetap di Sriwijaya (P.Sumatera) dan berguru pada YA. Dharmakirti atau Dharmaphala. YA.Atissa tiba di Sriwijaya pada usia 31 tahun dan beliau menetap di sana sekitar duabelas tahun lamanya. Menurut YA. Rinpoche Losang Ngudup, YA. Rinpoche Atissa telah menanamkan semangat bagi kekuatan spiritual Tantrayana di Tibet