Beberapa sumber sejarah menyebutkan Islam masuk ke nusantara (Indonesia
dulu) pada abad 7 Masehi. Dalam perkembangannya, Islam kemudian menjadi
agama yang dianut masyarakat Nusantara dan kerajaan-kerajaan saat itu.
Kehadiran Islam telah mempengaruhi budaya Nusantara, baik fisik ataupun
non fisik. Salah satunya pengaruh dalam arsitektur bangunan tempat
ibadah kaum muslimin.
Seiring perkembangan Islam, jumlah masjid
di Indonesia juga tumbuh sangat pesat hingga ribuan. Masjid-masjid di
Indonesia tumbuh dengan beragam arsitektur. Keberadaan masjid di tanah
air sama panjang usianya dengan usia Islam masuk ke Indonesia. Banyak
masjid-masjid tua yang bersejarah yang hingga kini masih berdiri kokoh.
Sedikitnya, ada 10 masjid tertua di Indonesia yang tersebar dari Aceh
hingga Papua.
Berikut sepuluh masjid tertua yang dihimpun detikramadan dari berbagai sumber:
1. Masjid Saka Tunggal (1288)
Masjid
Saka Tunggal terletak di Desa Cikakak Kecamatan Wangon, ± 30 km dari
kota Purwokerto. Masjid ini dibangun pada tahun 1288. Setiap tanggal 27
Rajab diadakan ziarah di masjid dan membersihkan makam Kiai Jaro
Mustolih. Menurut Sopani, salah satu pengurus masjid mengatakan bahwa
pilar tunggal melambangkan hanya satu tuhan, yaitu Allah SWT. Di sekitar
masjid terdapat hutan pinus dan hutan lainnya yang dihuni ratusan
monyet.
2. Masjid Wapauwe (1414)
Masjid
Wapauwe didirikan pada tahun 1414 di desa Kaitetu, kecamatan Leihitu,
Kabupaten Maluku Tengah ini merupakan satu bukti sejarah yang menandai
perkembangan Islam di provinsi tersebut.
Awalnya, masjid ini
bernama masjid Wawane karena dibangun di lereng gunung Wawane oleh
keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari Moloko Kie Raha (empat gunung
Maluku), Pernada Jamilu. Karena kedatangan Belanda ke tanah itu pada
1580, membuat masjid Wapauwe sempat mengalami perpindahan tempat.
Sebelum pecahnya Perang Wawani, Belanda sudah mengganggu kenyamanan
penduduk di lima kampung di kecamatan tersebut dalam beribadah. Karena
fleksibilitasnya, masjid ini dipindahkan ke Kampung Tehala yang terletak
6 km di timur Wawane pada 1614.
Ketika masjid tersebut
dipindahkan ke Kampung Tehala, bangunan itu direkonstruksi di sebuah
tempat yang banyak ditumbuhi pohon mangga hutan (mangga berabu), yang
dalam bahasa Kaitetu disebut dengan Wapa. Hal itulah yang menyebabkan
masjid ini berganti nama menjadi Masjid Wapauwe, yang berarti masjid
yang didirikan di bawah pohon mangga berabu.
3. Masjid Ampel (1421)
Masjid
Ampel adalah masjid kuno yang berada di bagian utara Kota Surabaya,
Jawa Timur. Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel dan di dekatnya
terdapat kompleks makam Sunan Ampel. Saat ini Masjid Ampel merupakan
salah satu daerah tujuan wisata religi di Surabaya. Masjid ini
dikelilingi oleh bangunan dengan arsitektur Tiongkok dan arab.
Di
samping kiri halaman Masjid Ampel, terdapat sebuah sumur yang diyakini
merupakan sumur yang bertuah, biasanya digunakan oleh mereka yang
meyakininya untuk penguat janji atau sumpah.
4. Masjid Agung Demak (1474)
Masjid
ini terletak di Desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Bangunan khas jawa ini
dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali)
penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran
agama Islam di tanah Jawa. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden
Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak, pada sekitar abad ke-15
Masehi.
Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan
serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut Saka
Guru. Tiang ini konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga
dinamai 'saka tatal'. Sedangkan bangunan serambi merupakan bangunan
terbuka. Atapnya berbentuk limas yang di topang delapan tiang yang
disebut Saka Majapahit.
Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung
Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para
abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal
mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.
5. Masjid Sultan Suriansyah (1526)
Masjid
ini terletak di utara Kecamatan Kesehatan, Banjarmasin Utara,
Banjarmasin, daerah yang dikenal sebagai Banjar Lama yang merupakan
ibukota Kesultanan Banjar untuk pertama kalinya.
Masjid Sultan
Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua
di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Tuan
Guru (1526-1550), Raja Banjar yang pertama masuk Islam.
Arsitektur
tahap konstruksi dan atapnya tumpang tindih, merupakan masjid bergaya
tradisional Banjar. Gaya masjid tradisional di Banjar mihrabnya memiliki
atap sendiri terpisah dengan bangunan utama.
6. Masjid Menara Kudus (1549)
Mesjid
Menara Kudus (disebut juga sebagai Mesjid Al Aqsa dan Mesjid Al Manar)
adalah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 masehi atau
tahun 956 hijriah dengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari
Palestina sebagai batu pertama. Masjid ini terletak di Desa Kauman,
Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. terbilang unik karena
memiliki menara yang serupa dengan bangunan candi. Masjid ini adalah
perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu.
7. Masjid Agung Banten (1552-1570)
Masjid
Agung Banten termasuk masjid tua bersejarah. Masjid Agung Banten
terletak di kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km
sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan
Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kesultanan Demak. Ia
adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang
tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk
lima, mirip pagoda china. Ini adalah karya arsitek China yang bernama
Tjek Nan Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap
di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di masjid ini juga
terdapat komplek makam sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu
makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa
serta dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi
selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul
Abidin.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang
terletak di sisi selatan bangunan inti masjid agung. Paviliun dua lantai
ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur
Belanda kuno. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek belanda
bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat dan
kajian Islami dilakukan di sini.
Menara yang menjadi ciri khas
sebuah masjid juga dimiliki Masjid Agung Banten. Terletak di sebelah
timur masjid, menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang
lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk
mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki dan
melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas
menara ini, pengunjung dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan
perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya
sekitar 1,5 km.
Dahulu selain digunakan sebagai tempat
mengumandangkan azan, menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz
Cardeel ini digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.
8. Masjid Mantingan (1559)
Masjid
Mantingan adalah masjid kuno di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan,
Jepara, Jawa Tengah. Masjid ini didirikan di Kesultanan Demak pada tahun
1559. Ubin untuk lantainya didatangkan dari Makau, Cina. Dinding luar
dan dalam dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru, sedang dinding
sebelah tempat imam salat dihiasi dengan relief persegi bergambar
margasatwa dan penari penari diukir di batu kuning tua.
Di dalam
kompleks masjid terdapat makam Sultan Hadlirin, suami dari Kanjeng Ratu
Kalinyamat dan adik ipar Sultan Trenggono, penguasa terakhir Demak.
Selain itu ada juga makam Waliullah Mbah Abdul Jalil, yang disebut
sebagai nama lain Syekh Siti Jenar.
9. Masjid Al-Hilal Katanga (1603)
Masjid
ini dibangun pada tahun 1603 masehi pada masa pemerintahan Taja
Gowa-24, Aku Manga’ragi Daeng-Manrabbiakaraeng Lakiung atau Sultan
Alauddin. Kemudian pada tahun 1605 masjid ini berganti nama Masjid
Katangka. Masjid Al-Hilal Katanga berukuran 14,1 x 14,4 meter dan
sebuah bangunan tambahan 4,1 x 14,4 meter. Tinggi bangunan 11,9 meter
dan tebal dinding 90 sentimeter.
10. Masjid Tua Palopo (1604)
Madjid
Tua Palopo, didirikan oleh Raja Luwu bernama Sultan Abdullah Matinroe
pada tahun 1604. Masjid yang memiliki luas 15 meter persegi ini diberi
nama Orang Tua, karena usia yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo
diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu memiliki dua arti, yaitu:
Pertama, makanan yang terbuat dari campuran beras ketan dan air gula.
Kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna
memiliki hubungan dengan proses pembangunan Masjid tua Palopo ini.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
HARAP TINGGALKAN KOMENTAR ANDA